Bagaimana sikap Umar bin Abdul Aziz terhadap para pejabat yang bermasalah Note:Jawab yg benar yah​

Penjelasan:

Sreg zaman rezim Umar bin Abdul Aziz, suka-suka seorang pengawas Baitul Maal yang menghadiahkan kalung emas kepada anak perempuan amirul mu`minin itu.

Beberapa waktu kemudian, Khalifah Umar melihat putrinya menengah menenteng kalung emas tadi, yang belum asosiasi dilihatnya sebelumnya.

“Berpunca mana ia mendapatkannya?” tanya Umar bin Abdul Aziz kepada biji kemaluan hatinya itu.

Putrinya menjawab, kalung kencana itu diperolehnya dari penjaga Baitul Maal. Merasa enggak ada yang salah, maka dibawalah benda luhur itu ke rumah. Si putri dinasihatinya.

“Takutlah kau wahai anakku tercinta bahwa engkau kelak akan menclok ke aribaan Pengadilan Allah dengan barang nan kau curangi ini dan akan kuselidiki dengan saksama,” tutur si khalifah.

Anda pun mengingatkan mengenai Quran surah Ali Imran ayat 161. Artinya, “Tidaklah cak semau sendiri utusan tuhan pun berlaku curang. Dan barangsiapa berlaku curang (ghulul), maka akan datanglah sira dengan barang nan dicuranginya itu pada Hari Kiamat. Kemudian , setiap diri akan diberi pembalasan adapun apa nan ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, padahal mereka lain akan dianiaya.” Maka dikembalikanlah kalung emas tersebut ke Baitul Maal.

Misal pemimpin negara, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berprinsip dulu hati-hati (wara’) dalam menggunakan fasilitas negara.

Dikisahkan bahwa satu saat, pejabat Muslimin itu harus menyelesaikan tugas di ruang kerjanya hingga larut lilin batik. Mulai-tiba, putranya mengetuk gapura ruangan dan meminang izin ikut. Umar pun mempersilakannya untuk mendekat.

“Ada segala apa putraku datang ke sini?” cak bertanya Umar, “Apa bakal urusan keluarga kita atau negara?”

“Urusan keluarga, Ayah,” jawab si anak.

Serempak namun Umar bin Abdul Aziz meniup lampu pencahaya di atas mejanya, sehingga seisi rubrik gelap katup.

“Kok Ayah melakukan ini?” tanya putranya itu keseraman.

“Anakku, bola lampu itu ayah pakai bikin berkarya sebagai pejabat negara. Mintak buat menghidupkan lampu busur itu dibeli dengan uang negara, sedangkan anda hinggap ke sini akan membahas urusan keluarga kita,” jelasnya.

Dia lantas memanggil ajudan pribadinya lakukan mencoket lampu terbit asing dan menyalakannya.

“Sekarang, bola lampu nan peruntungan keluarga kita sudah dinyalakan. Patra buat menyalakannya dibeli berpunca uang kita seorang. Silakan lanjutkan pamrih kedatanganmu,” kata sosok berjulukan “khulafaur rasyidin kelima” itu lagi.

Demikianlah, pecah terbit sikap wara’ para elite, penegakan hukum sonder tebang-memilah-milah dan demokratis, sampai pelaksanaan azab yang persisten di depan publik, merupakan beberapa jalan nan dapat ditempuh.

hendaknya bermakna